ANGKA kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) masih tergolong tinggi di Indonesia. Padahal, bayi dengan BBLR memiliki risiko kematian lima kali lebih tinggi dibandingkan bayi normal. Data Badan Kesehatan Dunia PBB (WHO) pada 2010 menunjukkan, sekitar 15 juta bayi prematur dilahirkan setiap tahun di dunia.
Adapun sebanyak 1,1 juta di antaranya meninggal. Indonesia merupakan negara nomor lima penyumbang bayi prematur terbanyak di bawah India, China, Nigeria, dan Pakistan. Angkanya sudah mencapai 30% dari total jumlah kelahiran. Angka yang cukup tinggi ini, tentu saja akan mempersulit pencapaian tujuan pembangunan milenium (MDG?s), terutama pada poin menurunkan angka kematian anak.
Dr Risma Kerina Kaban SpA dari Divisi Neonatologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM, mengatakan, BBLR didefinisikan sebagai bayi dengan berat lahir kurang dari 2.500 gram tanpa memandang usia kehamilan. Dia menyebutkan BBLR dibagi menjadi dua. Pertama, prematur yakni bayi lahir dengan usia gestasi atau kehamilan kurang dari 37 minggu.
Kedua, pertumbuhan janin terhambat (PJT), yaitu janin dengan berat di bawah persentil 10 berdasarkan usia gestasi dan lingkar abdomen kurang dari persentil 2,5. Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya BBLR, di antaranya faktor demografis. Salah satunya karena usia ibu kurang dari 16 tahun dan lebih dari 35 tahun, status sosial ekonomi ibu yang rendah, dan tingkat pendidikan yang rendah.
Ada juga faktor medis seperti penyakit tertentu, yaitu diabetes dan hipertensi kronis, infeksi virus, riwayat kehamilan sebelumnya, kehamilan multipel, jarak kehamilan yang pendek, dan perdarahan.
?Faktor perilaku atau lingkungan, seperti rokok, alkohol, status nutrisi yang buruk, dan narkoba juga memengaruhi lahirnya BBLR,? ujarnya saat acara diskusi bertajuk ?Mencegah dan Merawat Bayi Berat Lahir Rendah? di Kantor Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Jakarta.
Risma mengutarakan, masalah akut yang terjadi pada BBLR adalah angka kematian dan kesakitan masa perinatal akibat berbagai keadaan, misalnya kadar gula darah yang rendah, suhu rendah, dan kekurangan oksigen saat lahir. Si kecil juga memiliki kecenderungan infeksi karena gangguan imunitas.
Untuk dampak panjangnya, dia menyebutkan, anak yang lahir dengan BBLR akan mengalami gangguan perkembangan susunan saraf pusat sehingga memiliki IQ yang rendah, ukuran tubuh yang tidak pernah mencapai normal, mudah terkena penyakit, dan lebih cenderung menderita penyakit jantung koroner, stroke, diabetes, dan hipertensi saat dewasanya kelak.
?Produktivitasnya dalam menjalani kehidupannya kelak tidak akan baik, termasuk kurang dalam hal pendidikan dibandingkan anak lahir normal,? tutur Risma.
Untuk mengurangi kejadian BBLR membutuhkan kerja sama berbagai pihak, terutama mencegah kehamilan remaja, meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan dan mengatasi faktor risiko demografik, sosial, dan lingkungan.
Bagi sang ibu, usahakan jangan merokok, menjamin pemberian nutrisi yang adekuat, melakukan perencanaan kehamilan, dan mengatur jarak kehamilan, serta melakukan perawatan prakonsepsi bagi yang berisiko.
Sementara itu, untuk menjaga bayi prematur dari hipotermia atau kehilangan panas dengan cepat adalah dengan perawatan metode kanguru (PMK).
PMK atau skin to skin care adalah perawatan untuk bayi baru lahir yang mudah, yaitu menggunakan badan ibu untuk menghangatkan bayinya, terutama untuk bayi yang lahir kurang dari 2.500 gram.
?Jadi, tidak perlu dimasukkan ke dalam inkubator di neonatal intensive care unit (NICU), cukup didekap oleh ibunya,? ujar Risma.
Risma mengemukakan, ada beberapa manfaat PMK untuk bayi, di antaranya denyut jantung lebih stabil, pernapasan lebih teratur, saturasi oksigen stabil, tidak ada stres dingin yang berakibat suhu tubuh lebih stabil, waktu tidur lebih panjang untuk si bayi, pemakaian kalori lebih hemat, dan kenaikan berat badan lebih cepat.
(tty)
»
0 comments:
Post a Comment