Friday, March 29, 2013

Banda Aceh Butuh 28 Ribu Kantong Darah Tiap Tahun

Banda Aceh Butuh 28 Ribu Kantong Darah Tiap TahunKEBUTUHAN darah bagi pasien yang mendadak membutuhkan sering kali tidak diimbangi dengan ketersediaan. Seperti dialami Kota Banda Aceh yang setiap tahun butuh sekira 28 ribu kantong darah, namun Palang Merah Indonesia (PMI) hanya mampu memenuhi 60 persen dari permintaan.  
Masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk mendonorkan darahnya karena takut, menjadi alasan seringnya kekosongan di PMI.
 
"Padahal ada banyak manfaat dari mendonorkan darah, seperti membantu menurunkan risiko terkena serangan jantung dan paling penting adalah menyelamatkan nyawa orang lain," kata dr. Fajar Ariansyah dari PMI Banda Aceh, Jumat (29/3/2013).
 
Ibu Kota Provinsi Aceh itu saat ini memiliki 13 rumah sakit yang setiap hari butuh darah untuk penanganan pasien, dengan total kebutuhan darah dalam setahun mencapai 28 ribu kantong atau setara dengan 2 persen dari jumlah penduduk Aceh.
 
"Untuk melayani 13 rumah sakit di Kota Banda Aceh dan sekitarnya, PMI hanya mampu memenuhi 60 persen dari kebutuhan darah," ujarnya.
 
Menurutnya, darah di Banda Aceh banyak dibutuhkan oleh penyandang thalasemia, anemia, malaria, demam berdarah, dan gagal ginjal.
 
Founder Darah Untuk Aceh (DUA) Nurjannah Husien mengatakan, untuk penyandang thalasemia saja saat ini sedikitnya butuh 500 kantong per bulan atau bisa mencapai 20 kantong per hari. DUA merupakan komunitas yang konsen mendampingi dan menfasilitasi kebutuhan darah anak-anak thalasemia di Aceh selama ini.
 
"Jumlah thaller yang rutin kami tangani per Maret 2013 ada 167 orang," kata perempuan yang akrab disapa Nunu ini.
 
Untuk memenuhi kebutuhan ini, DUA kini gencar merekrut pendonor-pendonor muda, khususnya dari kalangan mahasiswa untuk dijadikan pendonor rutin bagi thaller. "DUA merekrut pendonor pemula agar tidak mengganggu database pendoro di PMI," sebutnya.
 
Mereka juga meluncurkan program 10 pendonor untuk satu thalasemia (10 for 1 thalassemia) guna memenuhi permintaan darah yang terus meningkat. "Sosialisasi dan edukasi terus kami lakukan melalui media-media sosial, ke komunitasi-komunitas, dan di segala kesempatan terutama pendonor pemula usia 17 sampai 20 tahun," kata Nurjannah.
 
Menurutnya masih kurangnya minat masyarakat dalam mendonorkan darahnya sekarang karena ada kesalahan persepsi di masyarakat, misalnya takut darah akan dijual, takut lihat darah atau melihat jarum suntik, bahkan takut bikin gemuk.
 
Nurjannah mengatakan, perlu sosialisasi dan memberi edukasi lebih gencar lagi kepada masyarakat agar mitos atau informasi-informasi keliru yang dipahami selama ini bisa diluruskan.
(tty)

»

0 comments:

Post a Comment