MESKI Undang Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sudah diberlakukan sejak awal Januari 2014, namun hingga kini banyak rumah sakit swasta yang masih belum menjalankan amanah tersebut. Di Depok, baru tujuh RS swasta yang sepakat memberikan pelayanan BPJS, itupun sebagian masih bersifat cost sharing atau sebagian biaya ditanggung pasien.
Sebelum BPJS diberlakukan, Pemerintah Kota Depok juga sudah menggulirkan program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) sejak Januari 2011. Mereka yang memakai Jamkesda adalah warga miskin yang belum masuk ke dalam program Jamkesmas.
Namun, masyarakat mengaku lebih memilih menggunakan Jamkesda ketimbang BPJS. Mereka menilai mengurus BPJS terlalu panjang birokrasinya. Sedangkan Jamkesda, lebih ramah birokrasi dan pasien langsung ditangani di rumah sakit yang direkomendasi.
"Saya lebih suka Jamkesda jangan dilebur ke BPJS, saya enggak setuju, karena urus Jamkesda lebih cepat dibanding BPJS, saya tinggal minta rekomendasi RT RW, puskemas setempat lalu Dinkes Depok dan keluarga saya langsung ditangani di RS Puri Cinere," kata warga Point Mas, Pancoranmas, Depok di Balaikota Depok, Rabu (06/08/2014).
Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail membenarkan hal itu lantaran nilai kapitasi Jamkesda lebih tinggi ketimbang BPJS. Di masa transisi saat ini, kata Nur Mahmudi, pihaknya terus melakukan pendampingan program BPJS. (Baca: Indonesia Hadapi Tantangan Penanggulangan HIV 5 Tahun ke Depan)
"Jamkesda, fakta yang ada kapitasi lebih tinggi daripada BPJS, standar harga pihak RS kan lebih tinggi dari yang ditetapkan BPJS, sambil nunggu advokasi, perbaiki sistem harga, transisi kami terus lakukan pendampingan, kami kan terus lakukan pendampingan, perbaikan ke
nasional," ungkapnya.
Nur Mahmudi mengakui memang banyak RS yang belum menyepakati sistem tarif. 7 RS sejauh ini siap ikut dan ia yakin perlahan melalui pendampingan Pemkot, seluruh RS swasta akan sepakat. (Baca: Penyebab Ensefalitis Sangat Berbahaya)
"BPJS memang plafon tak terbatas, hanya saja melalui standar harga, Jamkesda jatah per tahun tiap warga Rp 100 juta, klaimnya juga mudah, kalau obat tergantung dokter, bicara kualitas obat bisa jadi lebih bagus Jamkesda, plafon lebih tinggi, masyarakat bisa memilih,"
tutupnya.
(ftr)
»
0 comments:
Post a Comment