WALAU sudah menikah selama tiga tahun, saya (31) dan suami (33) belum jua punya keturunan. Memang, kami hanya bertemu setiap akhir pekan. Saya di Jakarta sementara suami bekerja di Bandung.
Beberapa waktu lalu kami periksa lab di salah satu rumah sakit dan disarankan untuk mengikuti terapi roborantia. Dan, suami juga divonis menderita Asthenoteratozoospermia. Mohon penjelasannya, Dok.
Yulia-Jakarta
Jawab:
Sulit memiliki anak (infertilitas) baru bisa dipastikan jika pasangan suami istri yang telah melakukan hubungan seks secara teratur selama satu tahun dan tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun belum juga mendapatkan anak. Melihat lamanya usia pernikahan ibu, memang dapat dimasukkan dalam kriteria infertilitas primer.
Jika ibu dan suami telah didiagnosis mengalami infertilitas, biasanya dokter akan melakukan pemeriksaan menyeluruh. Pada suami akan dilakukan pemeriksaan fisik dan sperma analisa. Sedangkan, pada istri akan dilakukan pemeriksaan USG untuk menilai alat reproduksi internalnya, dan HSG untuk melihat kedua saluran telur dan juga kadar hormonnya. (Baca: Menyusui saat Hamil, Bolehkah?)
Terapi roborantia merupakan salah satu pilihan terapi untuk menangani infertilitas, khususnya jika faktor penyebab infertilitasnya berasal dari pria. Roborantia adalah zat-zat yang digunakan untuk membangkitkan daya tahan tubuh, seperti vitamin E, asam folat, dan zinc.
Pada kasus infertilitas yang penyebabnya dari pria, biasanya dokter akan memberikan obat-obatan, seperti asam folat, zinc, dan beberapa antioksidan yang dapat memperbaiki kualitas sperma. Biasanya, terapi ini dilakukan selama 1 sampai 3 bulan. Kemudian, dievaluasi hasilnya dengan memeriksa sperma analisa ulang. (Baca: Kenapa Bumil Wajib Konsumsi Makanan Bergizi?)
Namun, sebelum melakukan terapi ini perlu dilakukan pemeriksaan fisik secara lengkap. Khususnya, pada saluran reproduksi, sehingga bila ditemukan kelainan dapat diterapi sedini mungkin.
Terapi roborontia memiliki beberapa keuntungan, yakni tidak memiliki risiko pembedahan, menambah daya tahan tubuh, dan tidak bersifat invasif. Namun, perlu diketahui Moms, bahwa saat melakukan terapi ini organ reproduksi suami maupun istri harus normal dan tidak memiliki kelainan anatomi. Sedangkan, kerugian terapi ini adalah bila sebelumnya tidak dilakukan pemeriksaan dengan saksama dan ternyata ditemukan adanya kelainan anatomi dari salah satu pasangan, maka efeknya pun tidak sesuai harapan. (Baca: Bumil Sulit Tidur, Waspada Risiko Preeklampsia)
Asthenoteratozoospermia sendiri merupakan salah satu kelainan dimana jumlah sperma dengan bentuk normal kurang dari 40 persen dan jumlah sperma yang aktif bergerak kurang dari 50 persen. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa kelainan dari faktor pria ini menyebabkan 30-40 persen terjadinya kasus infertilitas. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab Asthenoteratozoospermia, yaitu:
- Varikokel (pembesaran pembuluh vena atau membentuknya pembuluh varises di dalam skrotum pada alat kelamin pria)
- Infeksi kelenjar prostat atau epididymis testis
- Gangguan imunologis akibat infeksi
- Kelainan hormonal pada tubuh pria
- Gangguan dalam hubungan seks
Kelainan ini tidak berbahaya, namun jika tidak segera diterapi dapat memicu pasangan sulit untuk memiliki keturunan, karena hanya sedikit sperma dengan bentuk normal dan bergerak aktif yang masuk ke dalam organ reproduksi wanita. (Baca: Benarkah Orgasme Baik untuk Wanita Hamil?)
Hal ini terjadi karena jauhnya jarak yang ditempuh oleh sperma dan dengan melewati berbagai rintangan seperti lendir serviks (leher rahim) dan dinding rahim bagian dalam yang menyebabkan sperma mengalami kelelahan serta kematian sebelum mencapai sel telur.
Tip Menjaga Kesuburan
- Biasakan mengonsumsi makanan sehat dan bergizi
- Rajin berolahraga
- Hindari stres yang berlebihan
- Jangan merokok dan usahakan untuk menghindari asap rokok
- Hindari mengonsumsi alkohol dan minum kopi teratur
- Bila ada keluhan dan dalam satu tahun sudah melakukan hubungan seks secara teratur tapi belum juga memiliki anak, maka segeralah konsultasikan dengan dokter kandungan.
dr Fredrico Patria, SpOG
RS Permata Cibubur (ftr)
»
0 comments:
Post a Comment