BERDASARKAN catatan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), imunisasi yang sudah disediakan pemerintah meliputi imunisasi rutin seperti Hepatitis B, polio, BCG, DPT, dan campak. Sementara imunisasi yang belum disediakan pemerintah adalah Hib, pneumokokus, influenza, tifoid, MMR, cacar air, hepatitis A dan Kanker Leher Rahim (HPV).
Namun, patut disayangkan, ada beberapa orangtua yang salah mendapatkan informasi mengenai imunisasi dan memutuskan bahwa anaknya tidak diimunisasi hingga menyakibatkan si anak jatuh sakit. Apa saja sih mitos yang berkembang di masyarakat? Simak paparan dr Desy Dewi Saraswati, SpA dari RSIA Evasari berikut ini:
Bayi Tidak Boleh D iimunisasi Saat Demam
Ada beberapa kondisi tertentu yang membuat bayi tidak boleh diimunisasi, misalnya saat demam karena bisa menimbulkan efek yang tidak diinginkan.
Faktanya: Pada dasarnya, sedikit sekali kondisi yang menyebabkan imunisasi harus ditunda. Batuk, pilek, dan suhu sedikit meningkat bukan halangan untuk imunisasi. Namun, merujuk pada rekomendasi dari IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), memang ada beberapa kondisi yang memperbolehkan anak MENUNDA jadwal imunisasi, seperti:
? Menderita demam tinggi. Yakni suhu badan bayi mencapai 38,5 derajat Celsius lebih. Imunisasi sebaiknya ditunda dan bisa diberikan setelah anak tidak lagi demam tinggi.
? Bayi atau anak batuk pilek ringan tanpa demam boleh diimunisasi, kecuali bila bayi sangat rewel, imunisasi dapat ditunda 1-2 pekan kemudian.
? Bayi atau anak sedang minum antibiotik boleh diimunisasi karena
antibiotik tidak mengganggu potensi vaksin. Yang harus dipertimbangkan adalah penyakit dan keadaan bayi atau anak sesuai pedoman umum vaksinasi.
? Apabila anak sedang minum obat prednison 2 mg per kg berat badan per hari, dianjurkan menunda imunisasi 1 bulan setelah selesai pengobatan.
? Kelainan neurologik yang stabil dan riwayat kejang atau epilepsi di dalam keluarga bukanlah indikasi kontra untuk memberikan vaksinasi. Orang tua harus diingatkan bahwa sesudah vaksinasi dapat timbul demam. Karena itu dianjurkan untuk segera memberikan obat penurun panas. Harus diingatkan pula bahwa demam pasca-vaksinasi campak baru timbul 5 ? 10 hari setelah imunisasi.
? Pasien asma, eksim dan alergi boleh diimunisasi, tetapi harus sangat hati-hati jika anak alergi telur. Jika ada riwayat reaksi anafilaktik terhadap telur (urtikaria luas, pembengkakan mulut atau tenggorok, kesulitan bernapas, mengi, penurunan tekanan darah atau syok) merupakan indikasi kontra vaksin influenza. Sedangkan untuk vaksin MMR karena kejadian reaksi anafilaktik sangat jara ng, masih boleh diberikan dengan pengawasan.
Kok Imunisasi Terus?
Tidak jarang orangtua selalu menanyakan pada dokter mengapa buah hati mereka harus banyak melakukan imunisasi.
Faktanya: Inilah aturan umum untuk suntikan yang berseri: dosis pertama memberi sekitar 50 persen kekebalan, dosis kedua meningkatkannya menjadi 75 persen, serta dosis ketiga memberi sebanyak 90 persen kekebalan.
Beberapa penyakit membutuhkan dosis keempat berkisar setahun setelah dosis ketiga, lalu dosis ulangan selanjutnya diberikan kira-kira 4 tahun kemudian. Ini dibutuhkan untuk menjaga agar tingkat kekebalan cukup tinggi untuk menjadi efektif.
Namun, sejumlah imunisasi, seperti campak, gondong, rubela (campak Jerman), dan cacar air, tidak memerlukan seluruh seri untuk menciptakan kekebalan. Ini karena imunisasi tersebut berisi virus hidup, yang bekerja dengan baik pada dosis pertama dan perlu imunisasi ulangan beberapa tahun setelahnya.
Ikut Pemerintah at au Dokter Anak?
Beberapa orangtua bingung, harus mengikuti jadwal imunisasi sesuai anjuran Pemerintah atau IDAI untuk bayinya. Apakah berbeda?
Faktanya: Sebenarnya, prinsip jadwal imunisasi yang dianjurkan pemerintah dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sama saja. Jadwal imunisasi pemerintah dilaksanakan di Puskesmas, Posyandu atau rumah sakit pemerintah. Vaksin yang tersedia diproduksi sendiri, harganya murah, bahkan dapat diberikan kepada masyarakat dengan cuma-cuma.
Sedangkan imunisasi IDAI sifatnya lebih individual dan diterapkan di praktik dokter pribadi, rumah sakit atau klinik swasta. Jenisnya sama saja dengan imunisasi pemerintah. Bedanya adalah vaksin yang dianjurkan sebagian besar masih impor.
Pemerintah belum mampu menyediakan jenis vaksin tersebut secara massal, padahal jenis imunisasi yang dianjurkan itu juga penting. Imunisasi wajib adalah vaksin minimal yang harus didapat anak dengan fasilitas disediakan pemerintah. Sedang tamb ahannya, bila mampu, baik sekali jika juga diberikan pada anak. (ftr)
»
0 comments:
Post a Comment