ORANG gemuk atau obesitas berada pada risiko lebih tinggi untuk mengalami sakit kepala migrain episodic atau tahap pra-sakit kepala sebelum migrain.
Hal ini seperti yang diungkapkan sebuah penelitian American Academy of Neurology dimana migrain bisa meliputi nyeri dan kepala berdenyut-denyut. Gejalanya sendir bisa berupa mual, muntah, dan lebih sensitif terhadap cahaya dan suara.
Lebih lanjut, jenis migrain episodic yang lebih umum dari migrain terjadi 14 hari atau kurang dari itu dalam per bulan dan paling sering terjadi. Sedangkan, migrain kronis terjadi setidaknya selama 15 hari dalam sebulan.
Dalam studi yang melibatkan hampir 3.700 orang dewasa, indeks massa tubuh (BMI) yang tinggi memiliki kemungkinan jauh lebih tinggi mengalami migrain episodic daripada mereka yang indeks tubuhnya lebih rendah. Hal ini terutama terjadi di kalangan perempuan di bawah usia 50 tahun.
Profesor Neurology dan Director of the Headache Treatment and Research program di University of Toledo, Dr. Gretchen Tietjen menemukan penelitian menarik berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah mencari hubungan antara obesitas dan migrain kronis. Namun, ia masih belum mengetahui mana yang lebih dulu terjadi antara obesitas atau migrain.
?Ada banyak kemungkinan, mungkin orang tersebut mengalami migrain terlebih dahulu, dan kemudian mengonsumsi obat seperti amitriptyline atau asam valproik. Tetapi kedua obat tersebut juga berhubungan dengan penambahan berat badan,? ujar Titjen, dikutip Medicalxpress.
Sementara, peneliti lain dari tempat yang sama, Peterlin mengatakan orang memiliki migrain mungkin lebih cenderung melakukan perilaku yang berhubungan denga penambahan berat badan, seperti malas bergerak.
Dia pun menyarankan, selain memberikan pendidikan gaya hidup sehat untuk pasien obesitas dengan migrain episodik, dokter sebaiknya memperhitungkan efek berat badan atau obat migrain yang berhubungan dengan penurunan berat badan mereka. (ind) (tty)
»
0 comments:
Post a Comment