INDONESIA bisa mengalami masalah kependudukan bila pertumbuhan penduduknya tidak terkendali. Salah satu cara yang paling efektif untuk menekan laju pertumbuhan penduduk yakni melalui program keluarga berencana (KB).
Upaya yang telah dilakukan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Namun, angka kelahiran total Total Fertility Rate (TFR) dan prevalesni pemakaian kontrasepsi atau disebut CPR hingga saat ini masih mengalami stagnasi.
Pasalnya, hasil sementara Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 TFR (Total Fertility Rate) atau total rata-rata kelahiran hidup yang ditargetkan sebesar 2,1 anak per wanita, kini masih pada angka 2,6. Kondisi tersebut menimbulkan anggapan bila program keluarga berenca sempat mengalami mati suri. (Baca: Kehamilan Tak Diinginkan Pengaruhi Kualitas SDM)
Menurut Dewan Penasihat Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi Indonesia, Prof. Sri Moertiningsih Adioetomo, SE, MA, PhD, penyebab KB mati suri yakni adanya beberapa masalah di lapangan. Contohnya seperti kebudayan yang diyakini oleh sebagian besar masyarakat.
"Misalnya, keyakinan bahwa lebih baik nikah dini dibanding zinah dini bisa membuat KB mati suri," katanya pada diskusi media bertema "Menebak Arag Program KKBPK Pasca Pilpres 2014" di Kantor BKKBN, Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Jumat 18 Juli 2014.
Selain itu, penyebab lain KB mati suri adalah tidak jelas siapa yang bertanggung jawab tentang pelaksanaan KB di lapangan. Kalau tidak jelas siapa yang bertanggung jawab atau tidak ada political comitmen, maka tidak akan ada anggaran.
"Meskipun ada anggaran, apakah teman-teman SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah-red) dan lain-lain mampu membuat program? Ini harus ada pendampingan dari pusat atau provinsi, bahwa mereka harus diajari bagaimana membuat program yang baik," jelasnya.
(fik)
»
0 comments:
Post a Comment