PENERAPAN Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, tak semudah membalikkan telapak tangan. Tantangan datang dari penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Penurunan PAD menjadi sorotan tajam saat Perda KTR diberlakukan. Pasalnya, tidak ada iklan rokok hingga akhirnya Pemda Padang Panjang mengalami penurunan PAD.
Hal itupun memunculkan pertanyaan, apakah penurunannya sangat drastis mengingat para produsen paling gencar mempromosikan rokoknya melalui iklan reklame, baliho, dan lain-lain di seluruh daerah Indonesia? Wakil Wali Kota Padang Panjang, Mawardi, mengakui bahwa akibat penerapan Perda KTR, PAD turun cukup tajam, yaitu sekira 25 persen.
"Saat itu, PAD setahun kami mencapai Rp100 juta, tapi karena larangan iklan rokok menurun hingga Rp75 juta," kata Mawardi kepada wartawan saat kunjungan bersama Kementerian Kesehatan di Balai Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, baru-baru ini.
Namun, kondisi itu tak membuat pihaknya putus asa atau mengurungkan penerapan Perda KRT bagi produsen rokok. Mawardi mengaku, PAD terbantu berkat pemasukan dari provider telepon, produsen susu, dan Departemen Kesehatan RI.
"Kami waktu itu dapat bantuan Rp1 milliar dari Kemenkes. Saya kira inilah kompensasi kami karena menjalani Perda ini. Kami dipercaya oleh Kemenkes untuk melanjutkan program ini," ucapnya.
Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa menjadi daerah yang menolak iklan rokok untuk pertama kalinya memang bukan hal mudah. Apalagi, pada awal penerapannya.
"Enam bulan pertama sejak peraturan disahkan, kami mensosialisasikan ke seluruh sektor pemerintah dan non-pemerintah dengan berbagai cara, seperti melalui media sosial, radio, dan baliho. Setelah itu, uji coba Perda KTR selama enam bulan. Saat itu, kami bentuk tim pembina daerah dan pengawas yang melaksanakan bimbingan teknis, jadilah kami bersih dari iklan rokok," tutupnya. (ftr)
»
0 comments:
Post a Comment