Monday, September 15, 2014

Kanker Tiroid Meningkat di Jepang

Kanker Tiroid Meningkat di JepangLAPORAN kesehatan terbaru dari prefektur Fukushima, Jepang mendata 104 orang pemuda yang mengidap kanker tiroid melebihi kondisi normal. Fenomena ini dicurigai sebagai efek dari radiasi nuklir.

Bencana nuklir yang banyak melepaskan yodium radioaktif, yang jika terakumulasi dalam kelenjar tiroid dapat menyebabkan kanker adalah risiko yang dicurigai menjadi penyebab fenomena ini.

"Banyak orang yang didiagnosa menderita kanker saat ini berkat tes presisi tinggi," kata profesor biologi radiasi Yoshio Hosoi dari Tohoku University, sebagaimana dikutip Natural News.

"Kita harus dengan ketat memeriksa kesehatan masyarakat dalam rangka menentukan dampak dari paparan radiasi yang menyebabkan tumor tiroid," tambahnya.

Namun, terlepas dari angka mengejutkan ini, pemerintah prefektur berupaya untuk mengecilkan kemungkinan potensi fenomena ini dengan bencana nuklir Fukushima tahun 2011 lalu. Pada Maret 2011, pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi mengalami kebocoran setelah terjadi beberapa gempa besar dan tsunami, dan membocorkan sejumlah bahan radioaktif ke lingkungan di sekitarnya.

Pada tanggal 30 Juni 2014, pemerintah prefektur mempublikasikan hasil tes kelenjar tiroid pada 300.000 penduduk berumur 18 tahun ke bawah pada pasca bencana nuklir. Mereka yang dicurigai atau didiagnosis kanker tiroid, rata-rata berusia 14,8 tahun pada saat bencana itu terjadi. Dari 104 kasus, 57 kasus dipastikan merupakan kanker dan satu lainnya dikategorikan sebagai tumor jinak.

Tingkat dari 104 kasus pada 300.000 pemuda diterjemahkan menjadi rata-rata hampir 35 kasus per 100.000. Sebaliknya, tingkat kanker tiroid di kalangan remaja usia setara di Prefektur Miyagi, yang jauh dari Fukushima, hanya 1,7 per 100.000 pemuda.

Wilayah Aizu, yang berada lebih dari 80 kilometer dari Fukushima, memiliki tingkat kasus 27,7 per 100.000. Wilayah Nakadori, yang meliputi kota Fukushima sendiri dan beberapa zona evakuasi wajib, memiliki tingkat kasus 35 per 100.000.

Para pejabat pemerintah Fukushima membantah adanya hubungan antara tingkat tinggi kanker dengan bencana nuklir. Selain itu, beberapa pejabat telah berusaha untuk meragukan temuan dengan mencatat bahwa butuh waktu empat tahun untuk tingkat kanker tiroid meningkat setelah bencana Chernobyl 1986, dan bahwa banyak dari para pemuda yang diduga kanker tidak menunjukkan gejala apapun.

Memang, sebuah studi tahun 2004 yang diterbitkan dalam jurnal Radiation Research menemukan bahwa tingkat kanker tiroid 18 tahun setelah bencana Chernobyl secara langsung berkaitan dengan yodium radioaktif yang dihirup oleh pengidap kanker pada tahun 1986 di saat musibah itu terjadi.

Pada bulan Juli 2014, seorang dokter Jepang menulis sebuah surat terbuka kepada Asosiasi Dokter di Kodaira, Tokyo, dan menjelaskan bahwa ia yakin wilayah timur Jepang terlalu terkontaminasi oleh radiasi untuk dihuni manusia. Penulis Shigeru Mita telah bekerja sebagai dokter di Tokyo metropolitan selama lebih dari 50 tahun sebelum memutuskan bahwa daerah itu tidak lagi aman.

Dalam surat itu, Mita mencatat bahwa sejak bencana tersebut terjadi ia melihat peningkatan dramatis dalam masalah kesehatan akibat radiasi. Efek tersebut seperti mimisan, rambut rontok, keletihan, perdarahan di bawah kulit, perdarahan kemih, radang kulit, batuk, dan berbagai gejala non-spesifik lainnya, serta masalah seperti rematik otot yang mirip dengan yang terlihat setelah bencana Chernobyl. (fik)

»

0 comments:

Post a Comment