Monday, June 24, 2013

Ketika Ginjal ''Mogok'' Bekerja

Ketika Ginjal MENJALANKAN pola hidup sehat dengan mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang menjadi upaya terbaik menjaga ginjal tetap sehat. Jika organ penyaring darah ini ?mogok? bertugas, maka terapi cuci darah harus dijalani seumur hidup.
Ginjal memiliki fungsi yang luar biasa dan amat vital dalam tubuh manusia. Selain untuk membersihkan racun dan mengeluarkan kotoran dari darah, ginjal juga berfungsi mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh, serta untuk mengeluarkan hormon yang membantu produksi sel darah merah. Organ yang terletak di belakang perut atau abdomen ini memainkan peran utama dalam mengatur tekanan darah dan menyeimbangkan elektrolit penting yang menjaga ritme jantung.

Jika tidak dijaga dengan baik, fungsi ginjal akan mengalami penurunan dan menyebabkan kesakitan. Menurut dr Dharmeizar SpPDKGH, Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri), penderita penyakit ginjal pada stadium awal, umumnya tidak merasa sakit atau menderita keluhan apa pun.

Namun, dia menyebutkan, bagi pasien yang menderita penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease(CKD) stadium 4 dan 5, biasanya akan memperlihatkan gejala fisik dengan jelas, seperti lemah dan lelah, mual, muntah-muntah, nafsu makan berkurang, meningkatnya tekanan darah tinggi, bengkak pada kelopak mata, tungkai atau tangan, serta berkurangnya keinginan buang air kecil.

?Semakin tinggi stadium penyakitnya, maka semakin besar kemungkinan munculnya komplikasi berupa penyakit jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskular dan otak yang bisa menimbulkan stroke. Penderita PGK akan mengalami penderitaan yang berkepanjangan, penurunan kualitas hidup dan pengurangan produktivitas,? tutur dr Dharmeizar.

Berbicara dalam acara Peringatan Hari Ginjal Sedunia (World Kidney Day/WKD) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, beberapa waktu lalu, dr Dharmeizar mengatakan, tingginya prevalensi PGK perlu diwaspadai, mengingat penyakit ini tidak dapat disembuhkan, melainkan hanya dapat diperlambat perkembangannya. ?Pasien dengan PGK, fungsi ginjalnya tidak pernah bisa kembali normal dan harus menjalani pengobatan seumur hidupnya. Paling hanya diperlambat keparahannya,? katanya.

Pengobatan untuk PGK pada stadium tahap akhir, menurut dr Dharmeizar, memerlukan terapi pengganti ginjal, di antaranya hemodialisisatau cuci darah, peritoneal dialisis(metode pencucian darah dengan menggunakan peritoneum, yaitu selaput yang melapisi perut dan pembungkus organ perut) hingga transplantasi ginjal.

PGK berbeda dengan penyakit ginjal lainnya, seperti batu ginjal maupun infeksi saluran kemih akibat berkurangnya fungsi ginjal. PGK merupakan penurunan fungsi ginjal secara perlahan sehingga pada saat tertentu akan mengakibatkan gagal ginjal.
 
Meskipun belum ada penelitian secara nasional tentang prevalensi penderita PGK di Indonesia, disepakati bahwa prevalensi PGK yang telah masuk di stadium 5 yang memerlukan terapi pengganti berupa hemodialisis, peritoneal dialisis,dan transplantasi ginjal adalah 400 per satu juta penduduk. Jadi, bila dikalkulasikan dengan jumlah penduduk Indonesia yang sekitar 240 juta jiwa, maka jumlah pasien yang perlu terapi pengganti ginjal sekitar 96.000 orang.
 
Adapun prevalensi PGK dari beberapa studi epidemiologi Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali sekitar 12,5%. Dari penelitian Riskesdas Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 2007 menyebutkan, faktor risiko dari PGK adalah penderita hipertensi sebanyak 31,7% dari total penduduk Indonesia, di samping diabetes mellitus, penyakit infeksi saluran kemih berulang, batu ginjal, radang ginjal, dan penyakit lupus.

Sementara itu, Dr dr Parlindungan Siregar SpPD KGH dari Divisi Ginjal Hipertensi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, mengatakan, penyebab PGK tersering adalah batu saluran kemih, diabetes mellitus, glomerulonefritis (peradangan pada struktur ginjal), dan hipertensi. Bila penyakit dasar tersebut tidak dikendalikan dengan baik, maka akan menimbulkan PGK jangka panjang yang mengakibatkan gangguan kardiovaskular, yaitu penyakit jantung, stroke, dan penyakit pembuluh darah perifer.

?Manajemen PGK dilakukan dengan cara mengatasi atau mencegah progresi agar tidak cepat menuju PGK stadium lima atau penyakit ginjal terminal dengan cara mengendalikan penyakit dasar yang menjadi penyebabnya, diet rendah protein, serta tidak mengonsumsi obat yang toksik terhadap ginjal. Kalau sudah lanjut, tentu akan mengeluarkan biaya yang tinggi,? ujarnya.

Dia menyebutkan, praktik pola hidup sehat dapat mencegah terserang PGK. Bila dalam garis keturunan ada bakat timbul batu saluran kemih, sebaiknya minum yang cukup kurang lebih dua liter per 24 jam. Bila ada bakat hipertensi, hindarkan asupan garam yang tinggi.

Nah yang penting untuk diingat, air berperan dalam mencegah penyakit ginjal, terutama mengurangi kemungkinan timbulnya batu saluran kemih bagi mereka yang berbakat batu saluran kemih dalam keluarga.
(tty)

»

0 comments:

Post a Comment