Thursday, June 27, 2013

Epilepsi Bukan Penyakit Kutukan

Epilepsi Bukan Penyakit Kutukan STIGMA negatif yang masih melekat pada penyandang epilepsi menyebabkan masyarakat atau orangtua enggan mengobati penderita. Padahal penyakit ini bisa disembuhkan dan penyandang epilepsi bisa beraktivitas seperti orang normal lainnya.

Penyandang epilepsi harus segera mengambil pengobatan yang tepat dan teratur.  Pasalnya, bila dibiarkan kualitas hidup penyandang epilepsi bisa berkurang. Apalagi ditambah stigma negatif yang masih melekat di masyarakat seperti penyakit kutukan, di-'guna-guna', kerasukan setan, gangguan jiwa dan penyakit yang menular melalui air liur, yang semakin memperburuk kondisi penyandang epilepsi. Bahkan tak jarang, karena stigma tersebut penyandang dikucilkan masyarakat dan potensinya tak dianggap.

Padahal pandangan itu sudah tentu keliru. Epilepsi itu bukanlah penyakit turunan dan bisa menular lewat air liur dan lain-lain. Informasi yang benar ialah, penyandang epilepsi juga bisa sembuh dan melanjutkan aktivitas seperti orang normal lainnya.

"Epilepsi atau yang dikenal kejadian kejang-kejang tak sadarkan diri, bukanlah penyakit menular, bukan akibat kutukan, di-guna guna, dan bukan gangguan jiwa juga. Faktanya, epilepsi penyakit umum lainnya yang sebagian besar bisa diobati," ujar Dr. Fea Pandhita S, M.Kes, Sp.s selaku dokter spesialis syaraf dari RS. Islam Pondok Kopi dan Direktur Pelayanan Klinik RS. Islam Pondok Kopi, dalam acara yang bertema Waspada Epilepsi pada Si Kecil, di RS Islam Jakarta Pondok Kopi, Pondok Kopi, Jakarta Timur, Kamis (27/6/2013).

Epilepsi itu sendiri bisa muncul, akibat problema psikososial yang dialami para penyandang epilepsi seperti diisolasi secara sosial, kurangnya percaya diri serta munculnya kecemasan dan depresi.

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), epilepsi menyerang satu persen penduduk dunia. Di Indonesia sendiri dengan penduduk sekira 220 juta, penyandang epilepsi aktif sekira 1,8 juta jiwa dan penyandang epilepsi baru mencapai 250 ribu penderita per tahun. Parahnya, dalam jumlah tersebut kasus epilepsi lebih banyak diidap anak-anak. Karenanya, para orangtua atau masyarakat harus mewaspadai beberapa perilaku anak terkait epilepsi yaitu apabila si kecil kejang, kelejotan, bengong dan kaku.

"Bila anak Anda mengalami gejala melamun dan kemudian akhirnya kejang-kejang atau kaku secara berulang-ulang, segeralah mengonfirmasi gejala itu ke dokter, dan kemudian minta dilakukan uji klinis. Hal ini penting, agar sekalipun anak itu terdiagnosa epilepsi, anak Anda cepat mendapatkan penanganan yang tepat dan optimal. Sehingga sangat mungkin efek epilepsi seperti kejang-kejang ini perlahan bisa diminalisir, dan akhirnya sembuh," pungkasnya. (ind) (tty)

»

0 comments:

Post a Comment